Penolakan ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK Eva Yustisiana dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/11/2019). Dalam persidangan sebelumnya, Akhmad Shofian mengajukan menjadi
dan menyatakan siap membantu membongkar kasus ini.
Penolakan dilakukan karena Shofian dianggap belum memenuhi persyaratan sebagai seorang
. Selain itu, Shofian juga menjadi pelaku utama yang tidak mengungkap pelaku-pelaku lain dalam kasusnya. Maupun kasus lainnya.
Padahal menurut Eva, sesuai peraturan yang berlaku, salah satu syarat menjadi seorang
adalah bukan dari pelaku utama dalam tindak pidana korupsi yang melibatkannya.
"Sehingga permohonan terdakwa dalam kasus ini harus kami tolak," katanya.
Shofian juga dianggap kurang membuka diri terhadap kasus yang menimpanya kini. Sedang syarat menjadi seorang JC, haruslah bersifat kooperatif dan membuka diri atas kasusnya maupun kasus lainnya yang diketahui.
”Terdakwa juga bisa mengungkap pelaku lainnya dalam kasus yang melibatkannya, atau kasus lainnya," ucapnya.
mengatakan jika pihaknya akan menerima hal tersebut. Baginya, penetapan seseorang menjadi JC memang merupakan kewenangan dari JPU.Sedang soal tuntutan yang diajukan JPU yakni kurungan selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta dinilainya terlalu berat.Akhmad Shofian dianggap bersalah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Reporter: Anggara JiwandhanaEditor: Ali Muntoha
MURIANEWS.com, Semarang – Akhmad Shofian, Plt Sekretaris DPPKAD Kudus yang jadi terdakwa kasus jual beli jabatan di Pemkab Kudus, ditolak menjadi
justice collaborator (JC) dalam kasus yang menyeret Bupati Kudus (nonaktif) HM Tamzil tersebut.
Penolakan ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK Eva Yustisiana dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/11/2019). Dalam persidangan sebelumnya, Akhmad Shofian mengajukan menjadi
justice collaborator dan menyatakan siap membantu membongkar kasus ini.
Penolakan dilakukan karena Shofian dianggap belum memenuhi persyaratan sebagai seorang
justice collaborator. Selain itu, Shofian juga menjadi pelaku utama yang tidak mengungkap pelaku-pelaku lain dalam kasusnya. Maupun kasus lainnya.
Padahal menurut Eva, sesuai peraturan yang berlaku, salah satu syarat menjadi seorang
justice collaborator adalah bukan dari pelaku utama dalam tindak pidana korupsi yang melibatkannya.
"Sehingga permohonan terdakwa dalam kasus ini harus kami tolak," katanya.
Shofian juga dianggap kurang membuka diri terhadap kasus yang menimpanya kini. Sedang syarat menjadi seorang JC, haruslah bersifat kooperatif dan membuka diri atas kasusnya maupun kasus lainnya yang diketahui.
”Terdakwa juga bisa mengungkap pelaku lainnya dalam kasus yang melibatkannya, atau kasus lainnya," ucapnya.
Baca: Terdakwa Penyuap Bupati Tamzil Dituntut Tiga Tahun Penjara
Terpisah, Dwi Surya Hadi Budi, pengacara Akhmad Shofian, pada
MURIANEWS.com mengatakan jika pihaknya akan menerima hal tersebut. Baginya, penetapan seseorang menjadi JC memang merupakan kewenangan dari JPU.
Sedang soal tuntutan yang diajukan JPU yakni kurungan selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta dinilainya terlalu berat.
Akhmad Shofian dianggap bersalah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Reporter: Anggara Jiwandhana
Editor: Ali Muntoha