Jaksa KPK Tuntut Bupati Purbalingga 8 Tahun Penjara dan Hak Politik Dicabut
Murianews
Rabu, 16 Januari 2019 15:11:23
Jaksa Kresno Anto Wibowo dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/1/2019) juga menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp 300 juta. Jika denda tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa terbukti menerima suap sebesar Rp115 juta dari Hamdani Kosen," kata Kresno dilansir Antara.
Suap tersebut, lanjut dia, sebagai komitmen fee yang diberikan oleh kontraktor pemenang proyek Islamic Center Purbalingga itu.
Terdakwa juga dinilai terbukti menerima gratifikasi dari sejumlah pihak yang ditujukan untuk kepentingan politik terdakwa dalam rangka pemenangan pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin dalam pilkada.
Besaran gratifikasi yang diterima terdakwa mencapai Rp 1,4 miliar dan 20 ribu Dollar Amerika Serikat.
Gratifikasi yang diterima terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan ke KPK sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, lanjut dia, terdakwa juga tidak bisa membuktikan pemberian hadiah yang tidak berkaitan dengan jabatan terdakwa.
"Perbuatan terdakwa yang tidak melaporkan gratifikasi yang diterimanya itu merupakan bentuk kesengajaan yang dilakukan terdakwa," tambahnya.Jaksa juga menuntut agar Tasdi, dicabut haknya untuk dipilih sebagai pejabat publik selama lima tahun."Untuk melindungi masyarakat agar tidak memilih pejabat yang bersifat koruptif, maka kami menuntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik," katanya.Hukuman tambahan tersebut berlaku setelah terdakwa menjalani hukuman pokok dalam perkara ini.Sebagai seorang bupati, lanjut dia, terdakwa seharusnya tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun, menurut dia, terdakwa justru menciderai amanat yang diberikan kepadanya."Terdakwa tidak memberibteladan yang baik, tidak mendukung pemberantasan korupsi," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widijantono tersebut.Atas tuntutan jaksa tersebut, majelis hakim memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang pekan depan.
Editor : Ali Muntoha
Murianews, Semarang – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Purbalingga (nonaktif) Tasdi hukuman delapan tahun penjara. Mantan ketua DPC PDI Purbalingga itu disebut telah terbukti menerima suap dan gratifikasi.
Jaksa Kresno Anto Wibowo dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/1/2019) juga menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp 300 juta. Jika denda tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa terbukti menerima suap sebesar Rp115 juta dari Hamdani Kosen," kata Kresno dilansir Antara.
Suap tersebut, lanjut dia, sebagai komitmen fee yang diberikan oleh kontraktor pemenang proyek Islamic Center Purbalingga itu.
Terdakwa juga dinilai terbukti menerima gratifikasi dari sejumlah pihak yang ditujukan untuk kepentingan politik terdakwa dalam rangka pemenangan pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin dalam pilkada.
Besaran gratifikasi yang diterima terdakwa mencapai Rp 1,4 miliar dan 20 ribu Dollar Amerika Serikat.
Gratifikasi yang diterima terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan ke KPK sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, lanjut dia, terdakwa juga tidak bisa membuktikan pemberian hadiah yang tidak berkaitan dengan jabatan terdakwa.
"Perbuatan terdakwa yang tidak melaporkan gratifikasi yang diterimanya itu merupakan bentuk kesengajaan yang dilakukan terdakwa," tambahnya.
Jaksa juga menuntut agar Tasdi, dicabut haknya untuk dipilih sebagai pejabat publik selama lima tahun.
"Untuk melindungi masyarakat agar tidak memilih pejabat yang bersifat koruptif, maka kami menuntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik," katanya.
Hukuman tambahan tersebut berlaku setelah terdakwa menjalani hukuman pokok dalam perkara ini.
Sebagai seorang bupati, lanjut dia, terdakwa seharusnya tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun, menurut dia, terdakwa justru menciderai amanat yang diberikan kepadanya.
"Terdakwa tidak memberibteladan yang baik, tidak mendukung pemberantasan korupsi," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widijantono tersebut.
Atas tuntutan jaksa tersebut, majelis hakim memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang pekan depan.
Editor : Ali Muntoha