Kamis, 20 November 2025


"Rokok ini kena pajak ganda. Kena di industrinya, kena lagi di penjualannya," kata Khafid dikutip dari AntaraJateng, Senin (12/8/2019).

Padahal, menurut dia, kontribusi rokok dan tembakau terhadap penerimaan negara cukup besar, mencapai sekitar Rp 150 triliun per tahun. Sementara, lanjut dia, yang kembali ke masyarakat hanya sekitar 2 persen.

Lebih parah lagi, kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, sudah tertempel stigma di masyarakat jika merokok termasuk sebagai "kejahatan".

Dengan kontribusi besar terhadap negara, kata dia, seharusnya pemerintah harus memberikan hak yang layak kepada konsumen rokok. Misalnya melalui penyediaan kawasan merokok yang layak.

Pendapat senada juga disampaikan Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PWNU Yogyakarta Gugun El Guyanie. Ia menilai gerakan anti-rokok telah menyusup hingga norma hukum.

"Akibatnya cukai dipungut, pajak daerah juga dipungut," kata doaen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Ia menilai, terdapat ketidakadilan karena adanya satu objek pajak yang dipungut dua kali. "Tidak ada produk yang dikenai pungutan seberat rokok," tambahnya.Gugun juga menyoroti penyusunan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok yang hanya meniru antara satu wilayah dengan yang lain."Kenapa dalam hal perda kawasan tanpa rokok semua daerah sama, tinggal 'copy paste', hanya ganti judulnya," terangnya. Penulis: Ali MuntohaEditor: Ali MuntohaSumber: Antara

Baca Juga

Komentar

Terpopuler