Tolak Kenaikan Retribusi, Pedagang Pasar Masaran dan Sidoarjo Wadul ke DPRD
Murianews
Sabtu, 18 Desember 2021 17:06:00
MURIANEWS, Klaten – Rencana Pemkab Klaten untuk menaikkan retribusi Pasar Masaran Kecamatan Cawas, dan Pasar Sidoarjo, Kecamatan Bayat terus mendapat penolakan. Kali ini para pedagang kedua pasar tersebut mendatangi kantor DPRD setempat.
Kedatang puluhan pedagang tersebut untuk mengadu ke wakil rakyat mengingat retribusi yang akan diterapkan memberatkan pedagang. Sementara pemerintah berpegang pada Perda Nomor 2/2020 tentang Perubahan Kedua atas Perda Retribusi Jasa Usaha yang mulai diberlakukan pada Januari 2022.
Salah satu pedagang Pasar Sidoharjo, Puji Sri Ningsih menjelaskan, selama ini retribusi yang ditarik dihitung per hari dengan besaran Rp 2.200 tiap harinya.
“Sementara nanti kalau jadi diberlakukan sesuai Perda dan pasar dijadikan kelas I, saya hitung kemarin itu sebulan saya bayar retribusi Rp 154 ribu. Hitungannya jadi per meter persegi. Jadi perhitungannya tidak per hari,” kata Ning seperti dikutip
Solopos.com.
Ia pun meminta keringanan dengan tidak memberlakukan Perda tersebut. Apalagi, baik pasar Masaran ataupun Sidoarjo baru naik kelas.
Meski begitu, ia bersama pedagang yang lainnya tak keberatan jika retribusi naik. Namun, jumlahnya harus dihitung dengan matang sehingga tak merugikan pedagang.
”Kalau mau naik tidak apa-apa. Tetapi kan kalau dihitung per bulan, padahal kami kerja cari uang itu harian. Kalau hitungannya per bulan dagang atau tidak dagang kan tetap bayar. Ya kalau kami libur atau sakit kan tidak dapat penghasilan, per bulan masih harus bayar lagi. Makanya itu kami berharap Perda bisa ditinjau ulang,” lanjutnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Masaran, Bakir. Ia mengatakan kedatangan perwakilan pedagang untuk menyampaikan aspirasi mereka menolak rencana kenaikan retribusi mulai awal 2022.
“Misalnya untuk los istilahnya satu blok ukuran 2 meter x 1,5 meter yang lama Rp 1.000 per hari. Nanti dengan ada Perda baru, hitungannya itu luasan per meter persegi dengan tarif retribusi Rp 3.000 per hari,” kata dia.Bakir mengatakan perubahan tarif retribusi yang jauh lebih besar dibandingkan tarif yang selama ini diberlakukan tersebut memberatkan pedagang. Terlebih, pedagang ikut terdampak bergulirnya dampak pandemi Covid-19.“Ya kaitannya dengan itu. Pas barengan pandemi seperti ini kok dinaikkan,” kata dia.Sementara itu, Ketua DPRD Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menjelaskan dari audiensi itu perwakilan pedagang memahami pemberlakuan Perda tentang Retribusi Jasa Usaha.“Pertama mereka mengajukan audiensi terkait kenaikan retribusi yang kabarnya di atas 250 persen. Setelah kami jelaskan, ternyata kenaikan tidak sampai segitu,” katanya.“Setelah itu nanti akan diterapkan bertahap. Barangkali nanti ada kebijakan khusus yang kami ajukan ke bupati. Kalau Perda tetap dijalankan. Nanti akan dikaji dari Bagian Hukum Setda Klaten. Apakah nanti bisa dilakukan pencabutan, perubahan, ditunda pending atau sebagainya. Yang pasti sudah ada kesepakatan. Pedagang memahami dan menyepakati semuanya sehingga tetap berjalan,” terang Hamenang. Penulis: SupriyadiEditor: SupriyadiSumber:
Solopos.com
[caption id="attachment_259382" align="alignleft" width="880"]

Pedagang Pasar Masaran, Kecamatan Cawas dan Pasar Sidoharjo, Kecamatan Bayat ramai-ramai mengadu ke DPRD Klaten. (Solopos.com)[/caption]
MURIANEWS, Klaten – Rencana Pemkab Klaten untuk menaikkan retribusi Pasar Masaran Kecamatan Cawas, dan Pasar Sidoarjo, Kecamatan Bayat terus mendapat penolakan. Kali ini para pedagang kedua pasar tersebut mendatangi kantor DPRD setempat.
Kedatang puluhan pedagang tersebut untuk mengadu ke wakil rakyat mengingat retribusi yang akan diterapkan memberatkan pedagang. Sementara pemerintah berpegang pada Perda Nomor 2/2020 tentang Perubahan Kedua atas Perda Retribusi Jasa Usaha yang mulai diberlakukan pada Januari 2022.
Salah satu pedagang Pasar Sidoharjo, Puji Sri Ningsih menjelaskan, selama ini retribusi yang ditarik dihitung per hari dengan besaran Rp 2.200 tiap harinya.
“Sementara nanti kalau jadi diberlakukan sesuai Perda dan pasar dijadikan kelas I, saya hitung kemarin itu sebulan saya bayar retribusi Rp 154 ribu. Hitungannya jadi per meter persegi. Jadi perhitungannya tidak per hari,” kata Ning seperti dikutip
Solopos.com.
Ia pun meminta keringanan dengan tidak memberlakukan Perda tersebut. Apalagi, baik pasar Masaran ataupun Sidoarjo baru naik kelas.
Meski begitu, ia bersama pedagang yang lainnya tak keberatan jika retribusi naik. Namun, jumlahnya harus dihitung dengan matang sehingga tak merugikan pedagang.
”Kalau mau naik tidak apa-apa. Tetapi kan kalau dihitung per bulan, padahal kami kerja cari uang itu harian. Kalau hitungannya per bulan dagang atau tidak dagang kan tetap bayar. Ya kalau kami libur atau sakit kan tidak dapat penghasilan, per bulan masih harus bayar lagi. Makanya itu kami berharap Perda bisa ditinjau ulang,” lanjutnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Masaran, Bakir. Ia mengatakan kedatangan perwakilan pedagang untuk menyampaikan aspirasi mereka menolak rencana kenaikan retribusi mulai awal 2022.
“Misalnya untuk los istilahnya satu blok ukuran 2 meter x 1,5 meter yang lama Rp 1.000 per hari. Nanti dengan ada Perda baru, hitungannya itu luasan per meter persegi dengan tarif retribusi Rp 3.000 per hari,” kata dia.
Bakir mengatakan perubahan tarif retribusi yang jauh lebih besar dibandingkan tarif yang selama ini diberlakukan tersebut memberatkan pedagang. Terlebih, pedagang ikut terdampak bergulirnya dampak pandemi Covid-19.
“Ya kaitannya dengan itu. Pas barengan pandemi seperti ini kok dinaikkan,” kata dia.
Sementara itu, Ketua DPRD Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menjelaskan dari audiensi itu perwakilan pedagang memahami pemberlakuan Perda tentang Retribusi Jasa Usaha.
“Pertama mereka mengajukan audiensi terkait kenaikan retribusi yang kabarnya di atas 250 persen. Setelah kami jelaskan, ternyata kenaikan tidak sampai segitu,” katanya.
“Setelah itu nanti akan diterapkan bertahap. Barangkali nanti ada kebijakan khusus yang kami ajukan ke bupati. Kalau Perda tetap dijalankan. Nanti akan dikaji dari Bagian Hukum Setda Klaten. Apakah nanti bisa dilakukan pencabutan, perubahan, ditunda pending atau sebagainya. Yang pasti sudah ada kesepakatan. Pedagang memahami dan menyepakati semuanya sehingga tetap berjalan,” terang Hamenang.
Penulis: Supriyadi
Editor: Supriyadi
Sumber:
Solopos.com