Harga Kedelai Melambung, Tahu dan Tempe di Boyolali Mengecil
Murianews
Jumat, 18 Februari 2022 16:20:10
MURIANEWS, Boyolali – Tingginya harga kedelai di pasaran membuat pengrajin tahu dan tempe di Dukuh Gilingan Lor, Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel, Boyolali kelimpungan.
Dampaknya mereka memilih memperkecil ukuran tempe dan tahu supaya dapur masih bisa mengepul.
Salah satu perajin tahu di Gilingan Lor, Ampel Suwarno (42) mengatakan, harga kedelai di pasaran sudah mencapai Rp 11 ribu per kilogram.
“Ini sudah dua minggu ini harganya segitu. Sebagai pengrajin tahu saya sangat terganggu karena harga kedelai tidak stabil. Jadi kami harus menyesuaikan harga, malah bisa merugi,” ungkap Suwarno seperti dikutip
Solopos.com, Jumat (18/2/2022)
Lelaki yang sejak tahun 2000 menjadi pengrajin tahu tersebut mengungkapkan strateginya untuk menghadapi lonjakan harga kedelai.
”Saya menaikkan harga ya, tahu dulu per biji Rp 400 sekarang Rp 450. Selain itu saya juga memperkecil ukuran tahu, dulu enam sentimeter sekarang jadi lima sentimeter,” ungkapnya.
Warno berharap pemerintah dapat ikut campur mengatasi harga kedelai yang tinggi dan supaya harga kedelai bisa stabil.
Senada dengan Suwarno, perajin tempe di Dukuh Gilingan Lor, Urutsewu, Ampel, mengatakan hal yang sama. Ia mengeluhkan harga kedelai yang tinggi.”Saat saya awal usaha (2020), harga kedelai Rp 8.500, ini naik, saya dapat harga Rp 11 ribu,” kata Sriyanta.Untuk mengatasi lonjakan harga kedelai, Sriyanta memakai strategi yang sama dengan Suwarno yaitu memperkecil ukuran tempe. “Diperkecil beratnya, dulu 2,5 ons sekarang 1,8 ons. Tapi harganya tetap Rp 2 ribu,” kata dia.Ia mengaku memang belum menaikkan harga tempe karena menunggu waktu yang tepat. “Saat ini kami masih berencana untuk menaikkan harga. Kami masih merugi. Ini masih masa tenggang untuk kenaikan. Di daerah tertentu katanya ada demo mogok kerja, kalau daerah sini kan belum, jadi kalau mau menaikkan masih ragu-ragu,” kata Sriyanta.Sriyanta juga mengatakan mengurangi produksi tempe selama harga naik. “Ini biasanya dalam sehari produksi tiga kuintal, saat ini kami kurangi sementara, kami buat ngepres aja. Karena untuk buat lebih takut rugi banyak,” jelasnya. Penulis: SupriyadiEditor: SupriyadiSumber:
Solopos.com
MURIANEWS, Boyolali – Tingginya harga kedelai di pasaran membuat pengrajin tahu dan tempe di Dukuh Gilingan Lor, Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel, Boyolali kelimpungan.
Dampaknya mereka memilih memperkecil ukuran tempe dan tahu supaya dapur masih bisa mengepul.
Salah satu perajin tahu di Gilingan Lor, Ampel Suwarno (42) mengatakan, harga kedelai di pasaran sudah mencapai Rp 11 ribu per kilogram.
“Ini sudah dua minggu ini harganya segitu. Sebagai pengrajin tahu saya sangat terganggu karena harga kedelai tidak stabil. Jadi kami harus menyesuaikan harga, malah bisa merugi,” ungkap Suwarno seperti dikutip
Solopos.com, Jumat (18/2/2022)
Lelaki yang sejak tahun 2000 menjadi pengrajin tahu tersebut mengungkapkan strateginya untuk menghadapi lonjakan harga kedelai.
”Saya menaikkan harga ya, tahu dulu per biji Rp 400 sekarang Rp 450. Selain itu saya juga memperkecil ukuran tahu, dulu enam sentimeter sekarang jadi lima sentimeter,” ungkapnya.
Warno berharap pemerintah dapat ikut campur mengatasi harga kedelai yang tinggi dan supaya harga kedelai bisa stabil.
Senada dengan Suwarno, perajin tempe di Dukuh Gilingan Lor, Urutsewu, Ampel, mengatakan hal yang sama. Ia mengeluhkan harga kedelai yang tinggi.
”Saat saya awal usaha (2020), harga kedelai Rp 8.500, ini naik, saya dapat harga Rp 11 ribu,” kata Sriyanta.
Untuk mengatasi lonjakan harga kedelai, Sriyanta memakai strategi yang sama dengan Suwarno yaitu memperkecil ukuran tempe. “Diperkecil beratnya, dulu 2,5 ons sekarang 1,8 ons. Tapi harganya tetap Rp 2 ribu,” kata dia.
Ia mengaku memang belum menaikkan harga tempe karena menunggu waktu yang tepat. “Saat ini kami masih berencana untuk menaikkan harga. Kami masih merugi. Ini masih masa tenggang untuk kenaikan. Di daerah tertentu katanya ada demo mogok kerja, kalau daerah sini kan belum, jadi kalau mau menaikkan masih ragu-ragu,” kata Sriyanta.
Sriyanta juga mengatakan mengurangi produksi tempe selama harga naik. “Ini biasanya dalam sehari produksi tiga kuintal, saat ini kami kurangi sementara, kami buat ngepres aja. Karena untuk buat lebih takut rugi banyak,” jelasnya.
Penulis: Supriyadi
Editor: Supriyadi
Sumber:
Solopos.com